#header img { max-width: 99%; max-height:90%; margin:1px 1px;padding:0px;} .post img { vertical-align:bottom; max-width:90%; max-height:90% } #navigation img { vertical-align:bottom; max-width:80%; }

Rabu, 08 Januari 2014

KITAB MEMBICARAKAN TENTANG HUKUM - HUKUM THAHAROH ( Bersuci)


Kata "Kitab"   menurut pengertian dari segi Bahasa Artinya "Kumpul" menurut pengertian secara Istilah ( yang sudah lazim dikalangan ulama' Fiqieh) 'Kata Kitab menunjukkan arti " Jenis dari beberapa macam - macam hukum.
Kata "Thaharoh" menurut tinjauan dari segi bahasa artinya "Bersih dari Kotoran". adapun menurut tinjauan dari Syara' ( yang sudah lazim dikalangan ulama' Fiqieh) maka dalam bab ini banyak beberapa pentafsiran / pengertian. di antara mereka ada yang berpendapat "Suatu Perbuatan yang karenanya seseorang diperbolehkan mengerjakan Sholat". Seperti Wudhu, Mandi,Tayammum dan menghilangkan Najis.
Air yang dianggap sah untuk dipakai bersuci itu ada tuju (7) macam :
  1. Air Hujan
  2. Air Laut (Air Asin)
  3. Air Sungai/bengawan (Air Tawar)
  4. Air Sumur
  5. Air Es
  6. Air Embun
kemudian Air - air tersebut di atas terbagi menjadi Empat (4) Bagian sebagai berikut :
  1. Air yang suci dan Mensucikan (berfungsi untuk membersihkan) kepada yang lain, tidak Makruh menggunakannya dan lepas dari Qoyid (batasan) yang menggikat dalam segala keberadaannya. Air yang demikian ini dinamakan "Air Mutlak" jadi Qoyid yang bisa lepas sewaktu - waktu, tidak membawa akibat apa apa: seperti Air Sumur yang keberadaannya sebagai Air Mutlak.
  2. Air yang suci dan Mensucikan tetapi Makruh menggunakannya pada Anggota Badan, Bukan Makruh untuk dipakai untuk mensucikan pakaian. Yaitu Air yang dipanaskan dengan sengatan panasnya Matahari. Bahwa menurut Tinjauan Syara', hanya Makruh menggunakan Air yang dipanaskan dengan terik Matahari, apabila air tersebut ditempatkan pada suatu tempat (wadah) yang terbuat dari emas dan perak, karena kejernian kedua tempat tadi (sehingga bisa menjamin akan timbulnya suatu yang bisa membayakan kesehatan). Adapun air tadi sudah berubah menjadi dingin lagi, maka hukumnya tidak makruh. Imam Nawawi cenderung memilih pendapat yang mengatakan tidak Makruh secara Mutlaq (baik ada ketentuan syarat tau tidak). bahkan makruh juga menggunakan Air yang sangat panas atau sangat dingin.
  3.  Air yang suci tapi tidak mensucikan pada yang lain, yaitu air yang Musta'mal maksutnya air yang sudah dipkai untuk menghilangkan hadast atau najis dengan catatan, Air tersebut Tidak Berubah dan tidak bertambah kadar beratnya dari asal muasal (sebelum dipakai) setelah diperkirakan adanya air yang meresap pada suatu yang suci. termasuk dalam kategori air suci yang tidak mensucikan pada yang lain, ialah air yang berubah salah satu dari beberapa sifat - sifatnya, akibat ada benda suci yang tercampur dengan air,sehingga perubahan tersebut bisa mencegah (merusak) kemutlakan air tersebut. Maka dengan demikian, air ini sama halnya dengan air musta'mal. Dalam arti ia tetap suci tapi tidak mensucikan pada yang lain. Baik perubahan air bisa dibuktikan dengan panca indera atau dengan perkiraan saja, contonya saja air tersebut bercampur dengan benda yang memiliki kesamaan sifat - sifatnya, seperti campurnya air dengan air mawar yang sudah hilang baunya, atau dengan air musta'mal.
  4. Air suci yang kena najis (yang tidak di ma'fu). Air najis ini dibagi menjadi dua (2) sebagai berikut :
  • Air sedikit yang kurang dari dua kulah yang kemasukan najis, baik air tadi berubah atau tidak. dalam ini dikecualikan bangkai binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir, ketika sedang dibunuh, atau sedang dibelah sebagian anggota tubuhnya, seperti lalat, semut dll. sepanjang binatang tersebut tidak dimasukan kedalam air dengan sengaja, dan tidak bisa merubah keadaan air tersebut, maka hukumnya air tersebut suci.
  • Air yang banyak (dua kulah lebih) lalu berubah sebab terkena sesuatu, baik berubanya sedikit atau cukup banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar